obsesi kita sama Mi...

Zaman dengan sendirinya telah berubah, banyak hal yang sudah terlewati oleh zaman itu-kita,kau maupun dia-.
Dari peradabannya, manusianya, kehidupannya, kematian dan berulang lagi dengan kehidupan yang baru, menandai peradaban berikutnya. Jika sulit mengartikan zaman, aku mau memakai bahasa kekasihku yaitu : “waktu”. Yaaah begitu dia menyebutnya, karena dia orang yang maunya simple, gak ruwet seperti kehidupan zaman kegelapan. Suatu kali dalam perjalanan dia mengatakan bahwa : “biarkan sang waktu akan menjawab semuanya”. Lalu kubilang, “tidak…waktu itu bodoh, dia hanya bisa melihat, menyaksikan dan berdiam diri melihat proses kehidupan manusia dan kejadian yang dialami oleh manusia-baik kesedihannya maupun kebahagiaannya-”. Memang, waktu tidak akan menjadi pahlawan, selamanya ‘waktu’ akan menjadi bodoh, karna hanya selalu menjadi penonton dalam episode kehidupan manusia. Begitu juga kematiannya. Dalam kisah dan teka-teki percintaan kita juga, waktu tidak akan bisa berbuat apa apa sayang
—dia tidak bisa merubah keadaan—

* * * * * * * * *


Ingat…..!! cerita dalam kehidupan manusia selalu diawali dengan pertemuan. Jangankan manusia, awal terciptanya dosa sang nabi pun diawali karena pertemuan. Begitu juga kisahku ini-bahkan mungkin kisah kalian-selalu diawali dengan pertemuan dan berakhir dengan perpisahan.

Beberapa menit setelah kutelefon seorang perempuan (yang kuanggap kekasihku) yang kuberi gelar ‘unminhasol’ karena aku mengaguminya (kamu sudah tau artinya kan), juga setelah ku raba sebuah realita, kupelajari dan kuimajinasikan dalam rangkaian kata, kucampur juga dengan mimpi/keinginan, maka beginilah jadinya kisahku :

Sudah tiga puluh satu kali mentari fajar muncul di sebelah timur belahan dunia-tiga puluh satu kali malam juga terlewati-tujuhratus empatpuluh empat jam berlalu sudah- itu artinya sudah satu bulan yang lalu sekiranya kita bertemu-jumpa, dimana tempatnya? kurasa kalian tidak perlu untuk kuberi tahu.

Yang pasti, untuk seterusnya…”aku dan kekasihku”-hingga cerita ini kususun masih berselimut banyak tanya tentang kita. Penuh Mistery.

Kemudian, setelah kuingat-ingat dan kususun lagi kisahku dengan baik…..begini lanjutnya :

Kutanyakan pada dia :
“Kamu tau tidak apa obsesiku???”
Pertanyaanku buatnya kemudian kujawabi sendiri :

“Sederhana kok sayang…obsesiku cuma ingin terdiam ditepi pantai sambil duduk dipasir pantai dan bermain-main air, bebas berfikir—bermenung tentang sebuah mimpi peradaban baru—kemudian menantikan matahariku berpamitan dengan saujana untuk tenggelam sementara—kemudian meninggalkan kita untuk sementara, karena matahari itu akan kembali menyinari sisi bumi yang lain...itu saja” Sederhana kan???

Dan ternyata, setelah kudapati keterangan darimu, obsesi kita sama rupanya.
Dalam hati kemudian akupun berfikir begini :
“Jika kita punya obsesi yang sama, kenapa tidak kita wujudkan bersama, toh sederhana sekali kan obsesi kita”
Yeah,sederhana, sesuai dengan kemauanmu dalam berfikir sayang…s e d e r h a n a

Tidak seperti orang-orang lain, memiliki segudang obsesi, jutaan mimpi, tapi untuk mewujudkannya, mereka melakukan tindakan gila.
“Coba lihat sayangku…lihatlah janji pengobral dusta itu, para manusia haus kekuasaan itu, mereka merakyat ketika pemilu datang-tiba tiba para elite menjadi baik pada jelata, sayang pada kaum dhu’afa dan tiba-tiba juga mereka cinta pada kaum miskin….halah dasar penjilat !!!” kataku.

Tapi jangan takut sayangku, cinta dan sayang para pecundang itu masih kalah jauuuuuhh dibanding sayangku buatmu.
(jangan tertawakan, kamu kira aku sedang menggombal-kan sayang? terserahlah !).
Sayang, coba lihatlah lagi setelah mereka menang dalam perhitungan suara, yang pertama kali mereka lakukan adalah membunuh jelata yang hanya kenyang janjinya kemarin. Harga minyak di naikkan (tetanggaku yang buruh kebingungan cari utangan), listrik naik (tetanggaku yang petani harus berfikir keras untuk memberi hidup anaknya), dan semua harga pun naik (dan semua tetanggaku-juga aku-kebingungan bagaimana harus bersabar). Lalu pemerintah dengan mulut yang busuk dan merasa tidak berdosa berkicau secara diplomatis (lebih tepatnya bualan retorika) begini katanya :
“Karena minyak mentah dipasaran dunia naik, maka kita harus hemat APBN dengan mencabut subsidi atas minyak, pencabutan subsidi akan dialihkan (di-politisasi) menjadi Bantuan Langsung Tunai”.

Aku sudah bisa nebak logika ekonomi yang bodoh itu akan diucapkan.
Dan sekarang pemerintah sedang mengajari rakyatnya untuk mengemis dan meng-iba belaskasihan…..
Tunggulah sayang, sebentar lagi kita akan menyaksikan barisan panjang para kaum miskin yang dipaksa jadi pengemis oleh pemimpinnya, mereka berbaris mengantri yang namanya BLT. Yaa Tuhan, ternyata ada rakyat yang mati dan kesakitan karena terinjak-injak ketika berdesakan sesak mengantri demi uang seratus ribu per bulan selama tiga bulan.

Sungguh kemiskinan bukanlah takdir Tuhan, jika memang itu takdir, maka saat ini juga aku menggugat takdir-Nya. Kenapa begitu? iya, karena saat ini banyak para ulama menganjurkan penganut majelisnya untuk bersabar menghadapi kemiskinan dan kesusahan…halah !!! Ternyata dibalik kehidupan sang ulama, ada banyak perusahaan yang dia miliki, ratusan juta uang mengalir ke rekeningnya…bagaimana
mungkin ulama menganjurkan bersabar terhadap kemiskinan kalau ternyata dia bergelimang harta dan tak pernah manjadi miskin seperti Rasulku : Muhammad.

Lihatlah lagi sayang, Negara kita bisa menjual jutaan barrel minyak mentah dengan keuntungan milyaran dollar…di blok cepu ada ladang minyak yang mampu berproduksi 2,6 miliar barel, perlu kau tau sayang, bahwa sampai saat ini negri kita adalah penghasil 25% timah dunia, 2,2% batubara dunia, 7,2% emas dunia, dan 5,7% nikel dunia. Di tahun 2004 saja dari PT Freeport (salah satu dari banyaknya perusahaan tambang asing yang beroperasi di Indonesia) di lubang Grasberg bisa menghasilkan produksi emas setara dengan 1,5 milyar US$ (15 trilyun rupiah).
Gilaaa…..!!!

Di Negara kita ini sayang, Jangankan digali tanahnya, gunungnya saja emas…coba bayangkan.
Kemana kekayaan negeri kita habis ???
Sudah gila kiranya pemerintah kita sayang…katanya mereka ekonom-pedagang sukses-sekolah diluarnegri bergelar Ph.D (Philosophy of Doctor), MA (Master of Arts), MBA (Master of Bussines Administration), Prof, dll tapi ternyata tidak menahu soal logika dagang, tuli, tidak mendengar tangisan lapar jelata dan buta dengan tangan yang meminta-minta.....ahhhh sudah sinting mereka ! tidak waras ! Mati rasa !!! (tapi setelah kufikir-fikir, ternyata lebih sinting aku, karena mencintaimu dengan “keterbatasan” ini).

*****

Mari sayang, kita lanjutkan cerita ini :

Sekali sempat kita bertemu dan berkumpul dengan beberapa kawan yang sudah kita kenal sebelumnya, dikampus. Kita sedang membicarakan rencana melancong entah kemana, belum menemukan kesepakatan. Dan akhirnya suatu tempat untuk berlibur dapat kita sepakati bersama. Fikirku, sekaligus juga bisa kita manfaatkan momen itu untuk lebih dekat. Tempatnya merupakan obyek wisata dengan pemandangan air dan pasir, juga karang…yah benar : Pantai.
Ngomong-omong soal pantai, bukankah disana tempatnya matahari muncul memanaskan bumi dan juga tersungkur tenggelam dihadapan saujana kan? Nah berarti disana juga kita bisa mendapati obsesi kita.

Tempatnya berada diselatan sebuah kota yang merupakan bekas kekuasaan kerajaan mataram. Dalam puisiku, tempat itu kusebut dengan nama “Saujana Selatan”…(kamu tahu kan sayang artinya?)
Kemudian disaat tertentu sebelum kita pergi liburan –lebih tepatnya mengisi waktu luang-, kusempatkan untuk bilang padamu :

“Aku mau perginya kita berdua agar bisa kita membelah jalanan berdua saja”

Seperti biasa juga, kamu memberi senyuman terlebih dahulu sebelum menerima permintaanku. Ternyata, senyum itu juga yang akhirnya lama-kelamaan kusukai.

Begitu kiranya awal terjadinya pertemuan kita…..
Hingga akhirnya sampai juga kita di Pantai itu.
Perairan yang terletak di pertemuan antara samudera pasifik dengan laut jawa.
Para orang jawa (karena kebetulan pantai itu di pulau jawa), mereka mempercayai bahwa di dasar laut itu terdapat sebuah kerajaan, yang merupakan tempat penguasa pantai itu. Seorang perempuan wujudnya, cantik pula katanya, suka dengan warna hijau (tapi bukan pengikut partai tertentu loh)….ahhh dasar orang-orang kuno…musyrik…sekiranya aku bisa lebih baik dari orang-orang yang percaya takhayul itu dalam hal kedekatan dengan Tuhan. Setidaknya, aku tak takut dengan takhayul itu, aku lebih takut pada Tuhanku.

Aku jadi teringat dengan kau sayang…..hahahaha, ternyata kau dan yang lain juga ketakutan kan ketika dalam perjalanan aku bicara soal ‘penguasa laut’ itu???

Ingin kutertawa sampai bahak saat itu. Bagaimana tidak, hari sudah modern begini, masih saja kamu takut dan percaya dengan hal seperti itu…lihatlah sayang, manusia di barat sudah terbang ke bulan, menemukan galaksi, mengelilingi angkasa jauh diluar sana, bahkan sudah ditemukan basis bagi kehidupan di planet lain. Di Iraq, pemimpin revolusioner muslim bernama Mahmoud Ahmaddinejad sudah berhasil melakukan pengayaan senyawa uranium sebagai bahan pembangkit energi bertenaga nuklir, sebuah energi alternative ketika minyak bumi kering yang bisa menjadikan dunia gelap.

Kemudian khayalku : Bagaimana kalau berdua kita pergi bermigrasi ke planet lain itu sayang, berdua-jangan dengan yang lain-biar kita bangun peradaban kita sendiri di planet itu—peradaban yang ber-ideologikan dari cinta kita, kita ajarkan anak-anak kita dengan cinta, dengan perdamaian, tanpa darah yang menetes, tidak ada lagi nyawa yang tumpas oleh nyawa lain dan tidak ada lagi penindasan—hidup dalam zaman baru.

Dan lagi…
Dalam sebuah novel karya Pramoedya Ananta Toer (penulis berfaham komunis yang jadi favoritku itu) yang pernah kubacai, diceritakan bahwa Jawa pada saat itu sekitar tahun 1989 – 1918 diselimuti zaman kegelapan berupa penindasan, kelaparan, juga kemiskinan yang sangat. Iya, Jawa, tempatmu, tempat kita dibesarkan…kalau aku tidak salah. Tempat dimana kamu bisa merasa nyaman tanpa harus susah-susah menghadapi kota yang punya kehidupan keras…..katamu.

Dikisahkan dalam bukunya :

“Mereka mengetawakan penguasa-penguasa pribumi di Jawa yang menggunakan tahayul untuk menguasai rakyatnya sendiri, dan dengan demikian tak mengeluarkan uang untuk menyewa tenaga-tenaga kepolisian (tentara bayaran kerajaan) untuk mempertahankan kepentingannya berkuasa. Nyai Roro Kidul adalah kreasi jawa yang gemilang untuk mempertahankan kepentingan dan tahta raja-raja Pribumi Jawa”.

Jangan lupa sayangku, disini, jawa-bangsa jawa-dahulu, sudah dikalahkan selama ratusan tahun oleh eropa, tidak cuma dikalahkan dalam perang, tetapi juga nenek moyang kita dipaksa mengakui keunggulan eropa, selain itu juga Jawa dipaksa merasa rendah diri dihadapan eropa yang kolonial itu. Tidakkah kamu merasa iba dengan kekalahan bangsa kita dahulu sampai sekarang???
Dari sedikit yang kutulis di atas, apakah kamu masih menakuti hal-hal tahayul seperti itu sayang?
Kemudian kubilang padamu dengan sedikit meminta :

“Jangan yaaa, gunakan akal, fikiran dan ilmu pengetahuan-juga rasio yang konstan-karena dengan begitu juga aku mencintaimu”.
Mendingan rasa takutmu itu kau gunakan buatku, agar lebih takutlah kau kehilangan ku…takutlah kau jika sedang jauh dariku…supaya kau bisa selalu dekatku.

Tidak-tidak !!! Kalau ini aku terlalu berlebihan sayang…

Jangan takut mengarungi hidup sendirian…
Jangan ciut nyalimu menapaki langkah sendiri…
Jangan pernah kau takut dengan apapun dalam hidupmu…

Bukan karena ada kekasihmu ataupun ‘aku’…tapi karena ada keberanian murni didirimu, kita harus punya martabat, fikiran tangguh, rasio dan ilmu pengetahuan—miliki itu, kelak kau tak akan terinjak manusia lain.

Teruskan langkahmu…melangkah dengan kakimu yang indah itu
Jangan berhenti disini
Aku suka kakimu !!

*****

Waktu kemudian lewat begitu saja tanpa menghargai kita.

Saat itu sore hari hampir senja…sambil menunggui matahari tersungkur dihadapan saujana, kita berjalan ke arah penciptaan proses alam–hasil dari pengikisan daratan selama ratusan tahun, yang masih tersisa : bebatuan karang namanya, yah, kita berjalan menuju kesana, berdua—dan di altar batuan karang itulah kita berdua duduk melihat obsesi kita.

Sambil berbicara tentang kisah hidup yang pernah kau dan aku jalani masing-masing sebelum kita kenal. Dan aneh, dengan sadar atau tidak ternyata kita menjadi manusia yang ingkar-mengingkari kesetiaan dan komitmen kita kepada yang lain-kamu entah kenapa, berbuat seperti itu…begitu juga aku. Dengan sengaja memang aku tumpahkan perasaanku buatmu…seperti air laut itu sayang, air laut yang tumpah ke daratan ketika dibawa ombak besar dengan bantuan angin…tumpah ke darat—tumpah juga akhirnya ke hatimu (begitu jugakah dengan hatimu?)

*****

Ada sebuah pertanyaan yang belum terjawab (yang pasti bukan waktu yang menjawab) hingga saat ini, saat dimana kisah ini kutuliskan.
Ahhhh sudahlah !! kita jalani saja dulu semuanya yang ada. Toh kamu juga menyerah ketika ku tanyai :
“Apa yang bisa kamu simpulkan dari hubungan kita?”

Kamu malah menjawab dengan mempertanyakan pertanyaanku kembali padaku…ingat kan???
Kemudian…
“Aku bingung, bingung untuk menyimpulkan hubungan kita…dengan keterbatasan kita” ; begitu katamu.
Kau juga sempat menyumpahi keadaan ini-keadaan kita…berdua-.

Banyak hal yang harus kita lewati kedepannya, karena seperti itulah hidup, selalu menuntun kita untuk lebih kuat. Sampai pada akhirnya kita harus kembali menjadi manusia unggul yang tangguh, hadapi dunia dengan berani…iya berani ! Jangan takut sayang…kujaga dirimu, tegarlah meski harus merangkak, tidak mengapa asalkan kita masih punya martabat, jangan gadaikan itu, jangan jadi manusia hina yang mudah terinjak manusia lain…kita harus punya keberanian. Jangan seperti para penjilat itu sayang…jangan juga seperti nenek moyang dan pemimpin republic kita saat ini…..jangan !!

Kita punya martabat, jangan mau direndahkan…ingat itu !!

Setelah melewati waktu dengan tenggelamnya mentari itu, kita turun dari altar karang itu, menuju pulang, karena kau juga ternyata takut gelap.
Dalam hati aku bergumam :

“Ahhh kenapa banyak sekali ketakutan yang hinggap di dirimu sayang???”
Dan tahukah kamu, saat itu dengan bahasa yang lain, aku sebenarnya sedang menawarkan diri menjadi penjagamu supaya kau tidak perlu takut lagi pada apapun.

(Dalam hatiku, masih ada kehendak yang sangat besar untuk tetap bersama denganmu, duduk disitu, aku berkehendak kuat untuk bisa terus melihatmu, hanya sekedar berdua tanpa bicara dan tanpa berpegangan-pun tidak mengapa…asalkan bersama—tapi akhirnya kutindas juga perasaanku sendiri).

Oo iya…Masih ingatkah kau saat kupegang tanganmu sambil kita melangkah pulang?
Dengan jutaan keberanian kukumpulkan dalam jantung, supaya aku berani menggandengmu. Lihatlah, butuh jutaan keberanian kukumpulkan untukku agar berani memegang tanganmu, soal asmara, aku memang agak penakut kiranya, dan kaupun meng-iyakan pernyataanku itu.
Dan akhirnya muncul juga keberanianku untuk mewujudkan mauku (tidak seperti keinginan yang lain, kali ini, keinginanku tidak kutindas)

Untuk menutupi kelancanganku, aku mintakan ijin padamu untuk memegang tanganmu, tapi permintaan ijinku kuucapkan setelah kugandeng tanganmu. Bahagiaku karena tiada penolakan darimu.

Setidaknya aku sudah bicara jujur padamu.
“aku sebenarnya ingin pegang tanganmu sejak dari tadi”
kubilang begitu kan padamu?
Tapi sayangnya baru dalam kesempatan kali ini bisa terwujud…..
(kenapa tidak dari tadi? kemarin? atau waktu yang lalu?)

*****


Hari sudah beranjak malam—petangpun tiba—pulang kita, supaya kamu tidak ketakutan dengan gelapnya pantai.

Mari pulang sayangku, kita melangkah lagi, dan kamu, melangkahlah dengan kakimu yang indah itu, melangkah terus, tapaki jalanan ini, kita ukir bersama dengan jejak langkah kita.....kubantu kamu mengukir kerasnya hidup.

Kemudian kita melangkah pulang, kupegang erat tanganmu waktu itu, sambil berjalan dan sambil berharap aku kembali lagi akan melihat obsesi kita berdua—ingat, hanya berdua—karena obsesi yang baru saja kita lihat belum sempurna, tidak sepenuhnya sempurna, ada yang timpang. Akankah kau bertanya kenapa tidak sempurna? Jangan bertanya, karena akan kujawab sendiri…lagi :
“karena, obsesiku cuma ingin terdiam ditepian pantai sambil duduk dipasirnya (bersama dengan seorang yang mencintaiku dan aku juga cinta) dan bermain-main air, bebas berfikir—bermenung tentang sebuah mimpi peradaban baru—kemudian menantikan matahariku berpamitan dengan saujana untuk tenggelam sementara—kemudian meninggalkan kita untuk sementara, karena matahari itu akan kembali menyinari sisi bumi yang lain—itu saja !!”
Dan itu semua harus denganmu—Iya, denganmu kekasihku, matahariku—
Begitulah kiranya sebab ketidaksempurnaan melihat obsesi kita sore itu.

(sayang, tampaknya mataku sudah mulai direnggut oleh kantuk, oksigen diotakku mulai berkurang hingga mataku jadi merah…lelah mungkin karena tadi kita jalan jauh berdua…melihat alam dari ketinggian di sebuah tempat-di Jawa juga-di daerah magelang tepatnya.

Ahhh sudahlah…saat ini, cerita kita sampai disini…mulai besok…saat matahari pagi muncul untuk yang terkhirkalinya di penutup bulan ini…Juli tahun 2008, kita lanjutkan lagi perjalanan dengan membawa teka-teki percintaan kita, tentunya dengan langkahmu yang ditopang oleh kakimu, kamu masih ingat kalau aku suka kakimu? Sayang, bacai juga karyaku yang lain berupa puisi, akan kau dapati jawaban kenapa aku suka kakimu.
Dan ingatlah, bagiku…kau masih cantik esok pagi.

“Satu yang diinginkan pengembara adalah suatu rumah untuk kembali, ketika aku pergi, karena hidup diciptakan untuk mencari. Akan kuukir cerita kita di setiap karang pantai yang kita singgahi untuk melihat obsesi kita, dan kubawa karang itu dalam hatiku. Ketika aku kembali, akan kuhiasi lagi semua pantai dengan hikmah yang kudapatkan dari pencarian, sehingga kita bisa memahami dunia dengan akal dan ilmu pengetahuan, karena dengan begitu kita bisa melihat dunia tanpa harus membuka jendela”.
Selamat tidur unminhasol…..
Maafkan kalau semalaman aku memikirkanmu. Kan sudah kumintakan ijin padamu bahwa aku akan menjadikanmu sebagai inspirasi kisah yang kutulis malam ini.

(kau sudah tidur pastinya sejak kututup telefonku beberapa jam yang lalu sejak jam 21.55 hari itu Rabu 30 Juli 2008)

Saujana Selatan kusebut nama pantai itu

Obsesiku belum sempurna

Dan aku akan tetap suka dengan kakimu

Thanks god
Thanks 15 -t


@ns


Tidak ada komentar: